SEJARAH PEMERINTAHAN DESA BANRA’AS GILIYANG
SEJARAH
PEMERINTAHAN DESA BANRA’AS GILIYANG
Para Pemimpin di
Desa Banra’as
Kepemimpinan di desa Banra’as dimulai pasca Kyai Abd. Syahid, penghujung
akhir abad XIX. Berdasarkan perhitungan tahun Kalebun Banra’as dapat diketahui
bahwa Kades desa tersebut bermula dari masa penjajahan kerajaan protestan
Hindia Belanda, sekitar tahun 1897 M. Pak Limbang tercatat sebagai Kalebun
Banra’as pertama. Menurut sepepuh Gili Pak Limbang menjabat sebagai Kalebun
dalam rentan waktu yang cukup lama, 18 tahun. Setelah itu ia diganti Sitrap,
beliau menjabat sebagai Lura di desa Banra’as selama 15 tahun yaitu mulai dari
tahun 1915-1930 M.
Dua kepemimpinan pertama desa Banra’as, Gili Iyang berada dalam satu
masa yang amat rumit bin sulit. soalnya
di zaman itu pergerakan bin perjuangan
masyarakat, ulama’ dan santri Sumenep melawan penindasan dan kekejaman
kerajaan Hindia Belanda berkobar dimana-manaa. Di Gili Iyang sendiri pada masa masa kemepimipinan dua
tokoh tersebut juga tidak lepas dari kibaran semangat perjuangan dalam mengusir
penjajah dari bumi Nusantara sahabat. Para ulama’ dan masyarakat Gili berjuang
dengan gigih mengusir kaum kolonial penjajah Hindia Belanda. Implikasinya pun
sangat serius, tatanan struktural pemerintahan tidak banyak mendapat sentuhan
karena pergerakan masyarakat di Gili Iyang (Bancamara dan Banra’as) kala itu
lebih fokus mengusir penjajah Hindia Belanda dari pada menertibkan administrasi
pemerintah yang masih dini itu.
Su’iyah tampil dalam kencah politik di desa Banra’as. Dia itu tercatat
sebagai perempuan pertama Gili Iyang yang menjabat sebagai kepala desa di
Banr’aas.
Akan tetapi dibanding dengan preode sebelumnya, masa kepemimpinan Su’iyah
terbilang sangat singkat. Ia hanya menjabat sebagai Kelabun Banra’as kurang
lebih tiga tahun yaitu mulai tahun 1930-1933 M. Kepemimpinan selanjutnya
dipegang oleh Musa alias Rama Seliyati, beliau menjabat kepala desa selama 18 tahun, 1933-1951. Preode kepemimpinan rama
Seleati berada dalam masa peralihan dua penjajah asing yaitu kerajaan Hindia
Belanda-yang telah menguasai Madura-Sumenep semenjak tahun 1702 M sampai dengan
tahun 1942 masa penjajahan Sinto Jepang. Tantangan-tantangan yang muncul pada
masa kepemimpinan rama Seleati ini tidak kalah rumit lho dengan problem yang
muncul pada preode sebelumnya. Kalau masa sebelumnya tantanganya yang paling
berat adalah eksploitasi penduduk serta kristenisasi terselubung yang
dihembuskan oleh pemerintah Hindia Belanda, maka pada masa kepemimpinan Musa
(rama Seleati) dua tantangan sekaligus berkumpul menjadi satu yaitu penjajahan
Belanda dan Sinto Jepang. Rumosa sebuah politik eksploitatif pemerintah Jepang
pada masa kepemimpinannya benar-benar telah menyiksa masyarakat Gili Iyang. Dan
para pemimpinan Gili Iyang (Banra’as dan Bancamara) kala itu harus bekerja keras
guna mengambalikan stabilitas masyarakat yang lagi kacau.
Rama Seleati tercatat sebagai Kalibun dengan tiga peralihan kekuasaan,
pertama kerajaan Hindia Belanda, lalu Jepang dan terakhir pasca kemerdekaan
yang kita kenal sekarang dengan istilah
zaman orde lama.
Setelah rama
Seleati turun dari jabatannya sebagai Kades Banra’as, Rama Kasdu naik menjabat
sebagai Kades di desa tersebut selama rentan waktu yang cukup lama, 17 tahun
(1951 – 1968).
Lalu pada tahun 1968 Rama Kasdu diganti Bukaha’,/ Pak Alki. Ia menjabat
kepala desa selama 22 th 1968 – 1990 tepatnya pada masa pemerintahan orde baru
(era Suharto). Setelah 22 tahun menjabat sebagai kepada desa, Rakso Jakfar naik
menjadi Kalibun Banra’as yang ke-9. Ia menjabat
kepala desa selama 8 tahun, mulai 1990 – 1998 M.
Sejak pemerintahan Rakso struktur organisasi desa mengalami perubahan,
kepala desa di bantu oleh :
- Carik
- Modin
- Apel
Setelah 8 tahun menjabar Kades, pada tahunn 1998 ia diganti oleh H
Masdawi. ia menjabat kepala desa selama 15 tahun, 1998 – 2013 H. Pada tahun
1998 struktur organisasi desa mengalami perubahan, kalau pada masa pemerintahan
Rakso Jakfar kepada desa dibantu oleh Carik, Modin dan Apel, namun pada masa
kepemimpinan H. Masdawi berubah menjadi Kepala desa di bantu:
- Sekretaris desa
- 5 kaur (kaur keungan, kaur umum, kaur kesra, kaur pembangunan )
- 6 kepala dusun
Selain perlengkapan-perlengkapan diatas pada akhir tahun 2005
terbentuklah RT untuk membantu kepala Dusun di lingkungan Rumah Tangga yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penduduk yang berjumlah 33 RT.
Pasca
kepemimpinan H. Masdawi, pada tahun 2013 kemimpinan selanjutnya di teruskan oleh Mathor, SH (Adik kandung
dari H. Masdawi). Ia menjabat kepala desa Banra’as mulai dari tahun 2013 yang
lalu hingga sekarang.
Semoga
bermamfat. Amin.
Tidak ada komentar: