PERNYATAAN YANG SALAH
PERNYATAAN YANG SALAH
Oleh: Daeng Kuswiyanto
Perasaan risau telah menyelubungiku,
menanggapi percekcokan teman-teman puteri yang menganggapku seorang play boy,
padahal aku tak seperti yang mereka kira, mungkin mereka hanya difitnah atau, ah………
sudahlah hal itu bukanlah hal yang penting bagiku untuk difikirkan, yang
terpenting aku tidak sama seperti yang mereka tuduhkan setiap kali bersua
denganku dan semoga saja tuhan melembutkan hatiku meski lidah mereka
berkeluh-kesah tentang ku yang hal itu merupakan suatu tuduhan yang salah. Setiap
hari aku selalu berhadapan dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan jati diriku
yang sebenarnya, tapi hal itu bukanlah suatu permasalahan karena bukan seperti
yang mereka tuduhkan.
Waktu terus berputar
menyelusuri tebing kehidupanku serta hembusan nafas dan nuansa yang kulalui. Entah
jin dari mana yang mengunang hasratku untuk melewati kantin puteri, akupun dan
firman melangkah melewati kantin itu. Tepat dipintu gerbang aku melihat santri puteri yang duduk
santai di emperan kantin dan aku mengenal santri itu yang tak lain adalah susi,
lina dan mila. Sesampainya aku didepan tatapan mereka dari salah yang aku kenal
berkata “ itu Revan, silelaki play boy”, katanya sambil menuding kearahku serta
serempak teman-temannyapun tertawa, aku hanya menganggukkan kepala dan
tersenyum.
“kamu tidak waras ya Van?
Tanya firman padaku.
“ maksud kamu ?”
“ masak dipanggil seorang playboy
kamu hanya tersenyum”
“ ya kan dalam islam
tidak diperbolehkan berbuat keras, biarlah mereka berbicara tentangku yang
bukan-bukan, dan yang penting aku tidak seperti yang dia katakana, ya kan?”.
Begitu penjelasanku terhadapnya.
Firman hanya mengganggukkan kepala
sambil menghembuskan nafasnya. Aku terus berjalan bersama firman menempuh
nuansa yang sedikit mengecewakanku, tapi Alhamdulillah aku tidak ada rasa untuk
marah, sebab bagiku, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku
marah.
Angin berdesis ditelingaku,
dedaunanpun mulai menggoyankan badannya yang terselimut gaun biru, kicauan
burung bercekcokan dipohon kelapa, entah apa yang menjadi perbincangan para
burung, mungkinkah juga membincangkankan tentangku?, tapi tidak mugkin, itu
hanya seekor burung yang tidak dapat ku mengerti bahasanya, munkin hannya firasatku
yang su’udzan.
Siang ini, aku sangat iri pada
burung yang bercekcokan bersama kawan-kawannya, karena aku mempunyai nasib malang
didepan teman puteri yang dalam fikirannya selalu su’udzan padaku. “ munkinkah
suatu saat aku akan seperti burung yang selalu bahagia bersama
kawan-kawannya?”, gerangku dalam hati yang mengadu pada tuhan. Tak lama aku
berjalan, kemudian aku sama firman sampai diwarung nasi dibelakang rumah bapak
kiai musthafa pengasuh pondok yang sekarang aku diami. Sesampainya didepan
rumahnya nuansa sepi atau santri yang juga membelinya entah kenapa tak seperti biasanya, tapi aku mencoba
memanggilnya meski tak kelihatan ada orangnya.
“ assalamualaikum”
ucapnya firman, tapi salamnya firman tak tersantuni. Namun firman mengulanginya
kembali tetapi tetap saja tak ada sanggahan dari sang pemilik rumah.
“ sudahlah man, mungkin nggak ada
orangnya” kataku.
Ketika aku melangkah tak jauh dari
tempat kemudian moncul sosok prempuan paruh baya dari arah arah utara dan kami
tidak mengenali sosok itu..
“ pintere orengnga sakek” begitu
perketaan prempuan tengah baya itu.
“ terima kasih bak’’ jawabku dan bak
itu hannya menganggukan kepalanya.
Aku kembali melangkah menuju pondok
yang sekarang aku tempati, hati seketika dag-dig-dugan saat melihat kantin
putri yang masih di tempati tiga putri yang sangat ku kenal dan semuannya
berlidah belati pada hatiku. Entahlah…….. aku belum seperti ini sebelumnya, tapi
aku cuek saja pada hatiku yang semakin gelisah tak nentu, aku hanya memasrakan
diri kepada Allah, biarlah Allah yang mengatur berkas dalam hidupku. sesampainya
di depan kantin lagi, aku masih melihat tiga santri putri yang tadi aku lihat, dan
ketika aku sampai di depan penglihatan mereka, aku hanya menaburkan senyum
mahabbah yang ku baca dari dalam hati, entah kenapa ketika tiga putrid melihat
senyumku tak ada lagi kata-kata yang setajam belati dan belum sempat terfikirkan
mereka membalas senyumanku, mungkin
tuhan telah melembutkan hati mereka melewati senyum mahabbahku.
Aku terus berjalan menyelusuri nuansa
yang berbeda dari apa yang aku dapatkan sebelumnya, dan desis angin yang juga berbeda
menyapaku siang ini.
Tak terasa langkahku telah sampai dikediamanku, pas dipintu gerbang
aku melihat ketua pengurus bersama pengurus yang lainnya mondar-mandir, saat
kami melangkah dan terus melangkah mendekati para pengurus salah satu pengurus
menghampiriku kak fandi namanya keamanan dipondok, entahlah aku masih belum
memahami apa maksudnya menghampiriku.
“ apa ada yang melihat ibnu diantara
kalian?” begitu keamanan menyampaikan.
“ nggak kak, memangnya ada apa?”
begitu tanyaku.
“ ibnu nggak ada,
kami sedang mencari ibnu, sepertinya dia pulang tidak pamit” papar kak fandi,
kami hanya menganggukkan kepala pertanda mengerti terhadap penuturan kak fandi.
“ yah sudahlah
kakak akan kembali mencari ibnu” dan iaapun bergegas. Dan aku kembali
melangkahkan kaki menuju kamar blok D3.
Sekarang aku sudah berada dikamar, aku
mendengar suara tangisan dan akupun mencoba mendekati suara yang bersimphoni
itu dan sesetelah aku menemukan suara itu ternyata yang menangis tak lain adalah ibnu.
“ kenapa menangis?” tanyaku
pura-pura tidak tahu.
“ aku katanya mau
digundul fan” jawabnya dengan suara yang disertai dengan sesenggukan.
“ memangnya kenapa?” tanyaku.
“ ya…… ya…… karena
aku pulang tanpa pamit” jawabnya dengan diiringi tembang tangisan yang mulai
redah.
“ itu salah kamu
sendiri, kenapa kamu tidak pamit. Sana cepat menghadap kepengurus, sebelum
pengurus bertindak lebih keras”.
Tangisan ibnu sudah redah nuansa
dalam kamar menjadi sepi lagi hanya ada tembang-tembang nyamuk yang memusingkan
kepala.
@@@@@@@@@
Kini shalat isya’pun telah usai
dilaksanakan , keamanan pondok berdiri didepan, suatu pertanda bahwa keamanan
akan menyampaikan sesuatu dan pastinya hal itu mengenai pelanggaran yang
dilakukan oleh ibnu.
“malam ini pondok kita akan
kedatangan satu tuyul” kata keamanan.
“ masak sih” dari
salah satu santri yang tidak percaya terhadap ungkapan yang disampaikan
keamanan.
“ dan ini yang
terakhir dariku bagi ibnu setelah turun dari masjid diharap kekantor pondok.
Assalamualaikum”
“ waalaikum salam” jawab para santri
serempak.
Santripun keluar berhamburan dari
dalam masjid begitupun denganku sendiri, saat aku menuruni tangga masjid yang
bersusun lima ternyata sandalku sudah tidak ada entah kemana perginya, ya
maklum anak santrilah ghasab.
“ fan” kata ibnu dari belakang
mengagetkanku.
“ ada apa nu?”
“ aku takut fan”
“ emangnya takut
sama siapa ?, sudahlah cepat berangkat kekantor dan aku mohon, tolong ketika
pengurus menanyakan sesuatu sama kamu jawab dengan jujur”
Ibnu hanya menganggukkan kepalanya dan
melangkah menuju kantor pondok. Malam semakin beranjak bulanpun semakin menaiki
tahta kerajaan yang cerah hanya bintang yang berkelap-kelip diatas cakrawala
yang bersemidi, sekitar lima belas menit kemudian ibnu keluar dari kantor
pondok dan Alhamdulillah sidang sudah selesai,entah masalah hukumanya sudah selesai atau belom.
Ibnu berdiri tegak didepan kantor dan pengurus menyusul keluar dari dalam
kantor, dan ada juga salah satu pengurus yang membawa gunting. “ masya Allah,
ternyata ibnu jadi digundul”, gerangkudalam hati.
“ hey kawan-kawan
malam ini akan segera didatangi satu tuyul” kata essos pengurus yang lucu dan
plin-plan, mendengar suara pengurus, santripun berbondong-bondong mendekati
kantor dan sambil bertanya-tanya satu sama lain.
“ katanya ada tuyul, tapi mana” kata
sebagian santri dari belakang.
“ katanya ada tuyul tapi mana” kata
samsul dengan penasaran.
“ sebentar lagi, kalian akan
melihatnya” kata ketua pengurus
“ tapi kapan?, sampai malam mati”
timpal toni dengan hati kecewa.
“ sebentar lagi.
Dan yang akan menjadi tuyulnya perwakilan dari teman kita yang mulya Ibnu” kata
ketua pengurus sambil tertawa.
“ hahahhahahahhah. Ibnu???” tawa
semua santri tidak percaya.
Malam semakin larut maka jadilah
pondokku kedatangan tuyul. Jam terus berputar tengah malam yang cerah
embun-embun mulai tumbuh menyiasati rerumputan dan dedaunan, suara jangkrik
semakin ramai mengusik pada telinga yang buram, kelelawar malam beterbangan
kesana-kesini mencari kehidupan untuk besok harinya.
Jam telah membisu di 10.30 aku masih
berdiam dimasjid bersama ibnu yang kurang ceria, maklum baru kehilangan
rambutnya. Aku terus membujuk ibnu supaya tidak selalu murung sepanjang malam,
tapi ibnu tetap saja tak menghiraukan perkataanku. Bulan semakin cerah nuansa malam
terus melangkah dan melangkah bersama rembesan embun yang mengggulung seperti
mutiara. Sepoi-sepoi angin malam mengitari lingkungan dan menyelimuti tubuh
seluruh santri sambil menaburkan kedinginan yang abadi, tapi ibnu masih aja
duduk dan bungkam seribu kata, aku tidak tega melihat ibnu yang matanya memerah
dan selalu jatuh air suci dari sudut matanya yang mengerling.
“ sudahlah nu
jangan seperti itu kita tidur ajjah sudah malam ini, dan meskipun kamu seperti
itu rambutmu itu tidak akan kembali” kataku dengan suara yang bercampur aduk
dengan ngantuk.
“ ya sudah kalau
nggak mau tidur nanti, kalau kamu belum tidur pukul 00.20 aku bangunin ya!”
kataku.
Embun berlayar kesana-kesini bersama
desis angin yang tenang akupun terlelap tidur dilesteran masjid., dan merangkai
mimpi-mimpi yang indah.
@@@@@@@@
Pukul 00.20 pas aku dibangunin oleh
ibnu, dan ibnu ternyata tidak tidur, tapi ibnu sudah kelihatan agak bugaran dari
yang sebelumnya. Aku bergegas dari masjid menuju tempat udlu’ disebelah masjid,
sesampainya dijeddhing bulu kulitku merinding seketika, mungkin karena sentuhan
air malam yang tenang dan dingin. usai aku mengambil udlu’ aku mengambil
songkok dan baju menuju masjid untuk shalat tahajjud, beberapa menit kemudian
aku selesai shalat dan melantunkan syair-syair doa pada tuhan.
“ya Allah, lindungilah kedua orang tua dan
seluruh keluargaku begitupun dengan temanku didunia dan akhirat. Ya Allah
sadarkanlah temen-teman yang memfitnahku dan berilah petunjuk kepadaku supaya
aku hidup dijalanmu ya Allah, Rabbana atina fit dhunya hasanah wafil akhirati
hasanatauwaqina adzabannar. Amin.”
Bintang malam semakin banyak dan
berjejeran embunpun semakin menjadi-jadi dengan kedinginannya yang tambah luar
biasa, aku bergegas keluar dari dalam masjid mencari ibnu. dan kulihat ibnu
sudah tertidur diutara masjid, aku juga menyusul ibnu tidur, untuk menyulam
mimpi.
@@@@@@@@@
Pagi yang sama, nuansa yang sama,
desis angin yang sama, sinar matahari yang sama dan keadaanpun yang sama dan
juga kehidupnku seperti biasanya yang hidup ala adanya dipondok.Pukul 07.30 aku
dudk santai dibawah pohon mangga didepan pondok, karena hari ini hari jum’at
yang merupakan hari santai bagi santri yang masih berdiam dipesantren, karena
seluruh kegiatan dari pagi sampai sore ditiadakan.
Pagipun semakin cerah suasanapun
semakin menantang kehidupan dipondok, para santri sepi tak ada lagi
gemuruh-gemuruh suara yang biasanya ramai, sebab rutinitas anak santri adalah
sepak bola dan volly ball, hanyalah aku dan ibnu yang masih dalam lamunan
kemurungan.
“ van,van “dari arah belakang
pengurus memanggilku.
“ ada apa kak?” jawabku sambil
kumenoleh pertanda menghargai yang memanggil.
“ ini ada surat
panggilan dari mbakmu.” Serta menjulurkan surat yang masih dalam genggamannya.
“ terimakasih kak”
jawabku sambil mengambil surat tanda izin, dan kak fandipun berlalu dari
hadapan kami, lalu ku baca kembali dengan teliti surat dari kak fandi apa benar
surat dari mbak atau bukan.
PONDOK
PESANTREN
NASY’ATUL
MUTA’ALLIMIN 1
Gapura
timur gapura sumanep gapura.
SURAT
KETERANGAN
Yang bertanda
tangan di bawah in, pengurus puteri pp. nasy’atul muta’allimin 1, menerangkan
bahwa :
Nama :DELLA PUTRI
Alamat :GILIYANG
Blok/kamar :D3
Telah memperoleh
izin untuk memanggil santeri putera yang bernama “Revan” dengan kepentingan
ingin memberikan kiriman dari orang tuanya.
Demikian surat
keterangan kami buat agar dipergunakan sebagaimana mestinya.
Gapura,
Pengurus
pp. puteri nasa,
HARTATIK.
Alhamdulillah ternyata surat ini memang dari mbak Della, seiring
dengan langkahku menuju kamar untuk mengambil songkok diatas lemari. Hampir
saja aku keluar dari kamar dan mau berangkat kekantin ternyata adek syukron
memanggilku.
“ kak mau kemana?” tanyanya
“ aku mau kekantin puteri sekarang, karena mbak Della memanggilku
dan katanya kirimannya kita ada di mbak Della”
“ asyik dounk kita
nanti punya uang lagi” kata adekku yang terhiasi wajah kebahagiaan, karena
sudah satu hari uang adekku sudah habis. Entah nggak pernah terfikirkan
bagaimana hidupku nanti jika belum memegang uang, bingung mau makan. Semoga saja kirimanku uang. Aku
berharap dalam hati, sangattt. Jika kirimanku bukan uang maka nasib kelaparan
akan kembali menimpaku disetiap hembusan nafas yang adafikiranku masih sarat
bagaimana jika seandainya tak ada kiriman uang untuk aku dan adekku, maka akan
sarat pula kehidupanku dilanda rasa lapar. Ya Allah semoga saja uang, aku
sangat mengharapkannya, sangatt. Agar
aku tidak kendur dan tetap semangat melakukan perintahMU ya Allah.
“ dek aku berangkat dulu ya, biarlah hasilnya kita
tengok bersama disini”
Adekku hanya
menganggukkan kepala, lalu aku bergegas meninggalkan ambang pintu kamarku.
Sesampainya didepan pintu kantin, aku mengetuk pintu sambil berucap salam.
“ assalamualaikum”
“ wa’alaikum
salam” jaeabnya dari dalam kantn, entah siapa yang menjawab.
“ mmmm, perlu sama
siapa bhindara?” tanayanya tanpa membuka pintu
“ mmm, perlu sama
mbak Della”
“ ohhhhh, kamu dek
revan?, sebentar aku panggilkan”
“ mbak della…..
mbak della….” Suara pengurus puteri memanggil mbak Della.
Krekkk, pintupum
pertanda akan terbukadengan senyum yang sama wajah yang sama ternyata yang
membuka adalah mbak Della sendiri dan berdiri diambang pintu kantin puteri
dengan baju kuning serta memakai
kerudung dan rok yang sama warna dengan bajunya, seperti sinar matahari dipagi
hari. Kemudian mbak Della melangkah menghampiriku.
“ dek, “ sapa mbak
Della, aku hanya membalas dengan senyuman, karena malu pada santri puteri yang
ada didepan kantin dengan berjejeran dan pintu kantin tidak tertutup.
“ sini dk!” ajak
mbak Della. Akupun menghampirinya didepan kantin tepatnya lurus dengan pintu
kantin yang masih menganga.
“ ada apa mbak?,
katanya ada kiriman adek?”
“ sebenarnya, itu
hanya alasanku saja supaya aku bisa memanggilmu” jelasnya, aku hanya
menganggukkan kepala dan mengerutkan kening aku sudah menduga bahwa alasannya
mbak bilang ada kiriman hanya semata-mata ingin memanggilku.
“ mampus deh aku,
aku benar-benar tidak akan punya uang hari ini” bisikku dalam hati.
Detik ku lalui,
menitpun aku lalui dengan nuansa yang berbeda dalam hatiku, “ mbak aku balik
kepondok saja” dengan suara yang agak malas.
“uang kamu ada apa
nggak?” Tanya mbak Della padaku.
“ sudah 1 hari
nggak ada, kalau boleh aku mau pinjem uangnya Rp. 20.000” jelasku.
“bentar mbak
panggilkan dulu” Embak della kembali melangkah menuju kamarnya,tak lama
kemudian muncul lagi dengan senyum yang sama.
“ ini jangan boros
–boros’’Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum mendenger penjelasan mbak
della.
“ mbak aku mau
balik dulu ea’’ Bak della menganggukkan kepalanya.
Aku kembali
melangkah keluar dari kantin yang dari tadi aku tempati, setelah beberapa langkah
ada suara yang melintas ditelingaku dan sepertinya ada santri puteri entah
siapa.
“ tunggu
sebentar’’
Akupun berhenti menghargai panggilan santri putri dan kemudian aku
menoleh kebelakang ternyata yang memanggilku adalah desi, saat ku tatap wajah
desi,desi menaburkan senyumnya padaku yang melayang dari bibirnya.
“ ada apa des” kataku dengan pelan,lalu desi menyudorkan kertas putih yang
tak berlampir kepadaku dengan cuek aku ambil dan kemudian aku pergi
meninggalkan desi yang masih dan aku
berdiri tegak di belakangku.
Sesampainya dalam
kamar. aku buka satu persatu surat dari desi dan mulai membuka surat yang
pertama dan ternyata surat dari laila.
To
: revan.
Maafkan aku van
telah menuduhmu yang bukan –bukan dan tidak selayaknya kamu dengar kata-kata jelek yang keluar dari dalam
mulutku yang hina ini di dapan tuhan.sekali lagi aku minta beri ribu minta maaf
kepadamu,tolong maafkan aku ya.
dan aku buka lagi surat yang kedua ternyata dari desi sendiri.
To: revan.
Sebelum panah menancap
pada ulu hatiku berikanlah sesobek harapan untuk meminta maaf kepadamu, mungkin
aku tidak layak lagi hadir di hadapanmu ,karna aku mongkin sangat hina di matamu,entah jin
yang mana waktu itu merasuk dalam diriku, hingga membuahkan kata-kata yang
sangat hina untukmu.dan padahal kau tak seperti yang aku katakana,sekali lagi
maafkan aku.
Dari
sahabatmu desi
NB:TOLONG MAAFKAN AKU YA.
Dan
surat yang ketiga dari
To
: revan.
Maaf sebelumnya
jika kedatangan kertas tak berlampir mengganggu aktivitasmu dan aku yakin. Dan
kedatangan surat ini antara lain :
Ø Bagaimana kabarmu
Ø Aku minta maaf
Aku berharap semoga kamu selalu dilindungi oleh Allah, Amin.
Dengan tangisan kecewa dan tetsan air mata, aku mengucapkan seribu
maaf padamu, sebenarnya aku tak ingin ikut-ikutan menuduhmu seperti itu karena
teman-temanku sangat lihai bermuslihat kepadaku, sehingga aku terjerumus pada
terjal yang dipenuhi dengan krikil tajam dan bamboo yang meruncing, sehingga
aku mengatakan dan menuduhmu yang bukan-bukan.
NB : maafkan aku.
Subhanallah, kau menyadarkan hati mereka, sehingga mereka menyadari
kesadarannya, Maha bijaksana engkau kawan dan Maha kuasa engkau atas
segala-galanya yang ada pada hambamu yang hina ini, Allahu Akbar.
The end
Tidak ada komentar: