Lelaki Misterius
Lelaki Misterius
Oleh: Imam Nawawi
Bayang-bayang lelaki misterius yang memegang tangannya diatas gunung
Merbabu itu, selalu memasaukan pikirannya. Matanya
tak kunjung mau lelap. Sudah beberapa kali ia coba terpejam, tapi selalu gagal.
Badannya hanya berguling
kekiri dan kekanan. Kadang terlentang, kadang pula telungkup.Akhirnya
ia memutuskan keluar kamar.
“Dewi, kamu diluar?” suara Fitrimemecah kesunyian.
“Kemarilah Fit, temani aku
melihat bintang dan rembulan”
Perlahan Fitri berjalan menuju Dewi yang berdiri
dipagar kosnya.
“Bintang apa yang kau lihat? Tidak ada apa pun dilangit sana” Fitrimemandang keatas langit. Tidak ada yang terlihat kecuali
kabut dan daun mangga yang berseliweran di atasnya.
“Ah, kau bercanda Fit. Lihatlah betapa indah bintang yang
satu itu” ucap Dewimemaksakan, sambil menodongkan telunjuknya ke langit.
“Mana? Tidak ada apa-apa” Fitri
kebingungan. Ia menduga-duga. “jangan-jangan kau
sedang mengigau, Dewi. Atau bahkan jangan-jangan kau kesurupan?”
“Aku biasa saja. Kamu barangkali yang kesurupan”
“Aneh!”
Langit terlihat
temaram. Tumpukan kabut yang sedari tadi menutupi bulan, kini mulai pergi
perlahan.
“Dewi, apa yang
sedang kau pikirkan?”
“Lelaki misterius”
“Lekaki
misterius?” Fitri mengernyitkan dahi. Seolah ia sedang bertanya, siapa dia dan
apa hubungannya dengan bintang?
“Lelaki yang memegang tanganku di Gunung Merbabu kemarin
malam” tanpa ditanya Dewi menjelaskan, seperti
orang mengigau ia berbicara sekenanya.
“Lantas?” Fitri menyeka ia
masih bingung. Apa maksud Dewi mengatakan hal itu,padahal ia tidak bertanya itu.
“Kau tidak akan mengerti ceritanya Fit, kecuali kau percaya
bahwa ini benar terjadi”
Dewi memulai
cerita...
Saat aku berdiri seorang diri dengan tubuh menggigil, tiba-tiba datang
sesosok lelaki dari balik rumputan yang tinggi-tinggi. Sekonyong-konyong rasa
cemas menghampiriku. Tetapi aku mencoba bersikap tenang, seolah-olah tidak ada
kecemasan sedikit pun.
“Uh, begitu dingin
malam ini” Laki-laki itumemulai perbincangan.
Aku diam saja, tidak merespon. Seakan tidak mendengar apa pun.
Dan Ia terus berbicara “dan
rembulan yang tertutup awan itu adalah ulah bumi.” Ah, bukankah bumi adalah
kekasih rembulan? kenapa bumi tega melakukan itu?
“Ya, kadang bumi juga akan sangat tega pada
kekasihnyasendiri” lanjut sang lelaki. Ia tak peduli apakah orang disampingnya
mendengar ucapannya atau tidak. Seolah ia bicara bukan untuk didengarkan.
Sama sekali tidak ku respon. Bahkan tidak satu anggukankepala pun. Tiada ada gerak sama
sekali. Ya, bisa bilang mematung.Matanya lekat memandang kabut yang seliweran
disamping kanan, kiri dan depannya. Sambil lalu terus bercerita. Andai kau ada
disana, ku pastikan kau jemu mendengar semua ceritanya. Ia bercerita selayaknya
berdongeng; tidak masuk akal.
Suasana hening. Mungkin ia lelah. Angin yang
berhembus begitu kencangnya membawa dingin menusuk pori-pori.
“bolehkah aku pinjam tanganmu?” Ujarnyalirih sekali.
aku tersentak kaget, ternyata tanganku telah terkepallelaki tak ku kenal itu.
aku tak bisa berbuat apa-apa. Auranya begitu kuat sehingga mampu menghilangkan
dingin.
Ditatapnya wajah lelaki itu lekat. Dari sisi
mana pun tak kelihatan bagai bentuk apa wajahnya. Lelaki itu mengenakan topong,
barangkali untuk menghadang dingin yang meraup wajahnya.Tiada yang terlihat
kecuali mata dan alisnya. Gelap menyembunyikan warna kulit dan segalanya. Ia terlihat amat misterius.
Matanya tak seperti mata manusia biasa. Tatapannyabegitu tajam dan lekat.
Aku masih tidak bicara sepatah kata pun. Dalam
batin, aku bertanya siapakahlelaki ini? ketakutan menguasaiku.
“tidak perlu takut. Aku adalah malaikat yang
diutus Tuhan guna menghilangkan dingin ditubuhmu.”
“malaikat?” tanyaku keheranan. Benarkah ia
malaikat? Bukannya malaikat bersayap?
“iya, malaikat. Pernahkah kau dengar cerita
bahwa di gunung ini ada seorang malaikat?”
“tidak pernah!” jawabku begitu singkat. Ketakutan
makin menyelimutiku. Seketika itu ku tarik tangan yang telah digenggamnya. “aku
tak percaya!”tambahku.
“Adakah kau bersama teman?” terkesan tidak nyambung. Ya, memang Si lelaki
mengalihkan obrolannya. Dan agaknya ia tahu, kalau aku mengiranya sedang
berbohong.
“aku sendirian. Mengapa kau bertanya itu?”
“tidak kenapa. Hanya ingin tahu saja”
Percakapan itu berlangsung dingin. Dan
begitu-begitu saja.
Akhirnya angin bertiup makin kencang.
Pohon-pohon seakan dipaksa untuk bergoyang. Suara dedaunan menggemuruh.
“Badanmu terlihat gigil. Tanganmu juga kaku sekali”
ujar sang lelaki membelah suasana.
“apa urusanmu?” jawabanku ketus sekali. “ awas
! aku bukan wanita yang murahan. Jangan bingkai maksud jahat dengan sebongkah
salju. sebab ia pun akan meleleh jua” tambahku. Lantaran merasa dilecehkan, aku
tersinggung. Mata ku melotot. Aliran darah makin kencang membuat dingin pun
seolah terlupa. Alisku serasa langsung melengkung ke bawah.
“pakailah jaket ini, barangkali dinginmu
terkurangi” bujuknya
Aku hanya menggelengkan kepala. Emosiku
terlanjur membuncak. Ada kesangsian terpampang diwajahku.
“sudahlah aku tidak ingin memaksamu”lelaki itu
mulai tegang,nampaknya ia sangat kesal. Dan pradugaku terbukti, bahwa ia bukan
malaikat. Ia bukan penghilang dingin utusan Tuhan.
“ah, aku tidak yakin pada mu. Kau pasti mau
sesuatu, dariku? Sudahlah mengaku saja. Aku tidak mudah dibohongi oleh lelaki
hidung belang macam kamu” tatapku penuh curiga.
Angin menghempas dingin tanpa henti. Kabut
malam mulai berdatangan. Aku masih bertenggeger bersama lelaki misterius itu
didepan tenda.
“Gunung Merbabu, sebagaimana gunung-gunung lain
bisa membunuh pendakinya dengan dingin” ungkap sang lelaki
“ah, kamu tidak bertanggung jawab dengan
kata-katamu. Dari mana kau dapat kesimpulan seperti itu?”
“tidak perlu ku menjawabnya, biar kau
menjawabnya sendiri. Kau masih diatas gunung bukan?. kulitmu merasakan dingin
meski mulutmu menyembunyikan itu.”
“terserah kau mau bilang apa. Intinya aku tak
mau pada tawaran gila mu itu” aku mulai meninggikan suara.
“ya, cukup sudah aku berbaik hati. Bagai
memawarkan makan pada orang sombong yang kelaparan, dari sombongnya ia tidak
mau. Aku tawarkan hangat ditengah
kedinginan lalu kau menolaknya. Tidak masalah. Selamat menikmati es di dalam
kabut malam ini” lelaki itu pergi kemudian hilang ditelan waktu.
Mataku menelisik mencari sang lelaki.Ternyata lelaki
itu benar-benar menghilang. “Ah, mungkin
ia benar dingin ini akan membunuhku. Tidak ada hangat yang bisa kudapat selain
dari lelaki tadi. Kemana kah ia pergi? Ke ujung bukit ini, kesemak-semak atau
ke langit sana? benarkah ia adalah malaikat?”
Ah, aku berfikir benarkah orang tadi adalah malaikat? Mengapa
malaikat masih menawarkan kebaikan? Bukankah seharusnya kebaikan memang wajib
ia lakukan? Lalu mengapa pula ia masih memakai topong, menghalangi dingin masuk
kupingnya? Tapi tidak mungkin ia adalah manusia. Ia menghilang begitu cepat.
Ah, gelap menjelma ketakutan. aku kehilangan kontrol.
Tubuhku terasa berat, lunglai. Dan aku punjatuh kemudian terguling-guling diantara
rerumputan. Angin malam makin garang mengelus tubuhku. Kulit ku pun mulai
kempes-keriput lantaran kedinginan.
“brak…” jaket tebal mengenai wajahku. Tak
terpikir milik siapa, jaket itu langsung ku pakai.
“tak mungkin aku tega, meninggalkan wanita sendirian
di gunung setinggi ini” teriak seseorang dari kejauhan. Aku mengenal suara itu.
ya, suara lelaki tadi. Malaikat.
***
Langit makin mendung. Mata Dewi menatap kabut
di sebelah timur sana. Angin malam menerjang begitu kencang. Seakan akan turun hujan“ayuk
Mel kita pindah kedalam, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan” ucap Dewi
membangunkan Fitri yang mulai lelap.
Tidak ada komentar: